Sabtu, 04 April 2009

budidaya pasir pantai versus pasir besi


LAHAN PASIR PANTAI KULONPROGO PRODUKTIFITASNYA VERSUS

RENCANA PENAMBANGAN PASIR BESI

Lahan pasir pantai merupakan salah satu potensi penting dalam pengembangan tanaman hortikultura, dan diharapkan dapat digunakan sebagai pengganti penyusutan lahan akibat alih fungsi menjadi non-pertanian. Di Indonesia terdapat ± 1.060.000 hektar. Kendala umum lahan ini untuk pertanian adalah : tekstur kasar, daya simpan air/zat hara rendah, kemampuan menukar kation yang rendah, daya meluluskan air dan udara tinggi, kandungan bahan organik rendah, kecepatan angin sangat tinggi, suhu tanah dan udara pada siang hari sangat tinggi, angin mengandung partikel garam, dan mudah tererosi oleh angin. Tanaman bawang merah, selada keriting, dan caisim merupakan komoditas unggulan lahan pasir pantai dengan produktivitas yang rentan terhadap perubahan cuaca, bahkan pada kondisi ekstrim dapat gagal panen. Dengan kondisi lingkungan seperti disebutkan di atas, maka perlu dikaji dan diterapkan rekayasa teknologi inovatif yang berkearifan lokal untuk mengoptimalkan produksi tanaman tersebut di lahan pasir pantai. Usaha reklamasi lahan pasir pantai antara yaitu dengan Penanaman wind breaker yang berfungsi: Menekan pemindahan gumuk, Pematah angin bergaram, menekan pemindahan gumuk, menstimulasi iklim mikro, meminimalis tsunami, sumber bahan organic. Pengeloaan tanah lahan pasir pantai antara lain; 1. Penambahan bahan organik yaitu dengan Pemupukan dengan pupuk organik dan penggunaan mulsa. 2. menggunakan teknologi spesifik banyak usaha yang dilakukan; 1.sumur renteng. 2.Lapisan yg mengurangi permeabilitas tanah(lempung atau bentonit).3. Pemberian bahan pembenah tanah Campuran pupuk organik + lempung ( 4 : 1) dan Seresah organik . 1.Caisim (sawi bakso) Hasil Bersih 1.000m2 sebesar 996.000 s.d. 1.000.000 rupiah per bulan . Dengan asumsi Harga Rp. 1.000/kg, 2. Cabe merah Pendapatan bersih 1000 m2 sebesar 3.678.000 s.d. 5.600.000 rupiah/bulan. Dengan asumsi harga Rp. 7.500/kg, 3. Terong, 4. Buah naga, 5.Semangka, 6. Bawang merah Hasil Bersih 1000 m2 Sebesar 2.505.500 s.d. 3.000.000 Rupiah / bulan. Dengan asumsi harga Rp. 6000/kg, Pendapatan Petani & Wilayah Pasir Pantai di Kulonprogo Dengan luas 1000 m 2 atau 0,1 ha , hasil bersih rata-rata petani lahan pasir pantai Rp. 2.250.000,/bulan/0,1 ha.Kelompok tani (KT) di Kulonprogo ada 25 KT ( Trisik 1 KT, Karang Sewu 3 KT, Bugel 2 KT, Pleret 3 KT, Garongan 3 KT, Glagah 3 KT, Karangwaru 4 KT, Palian 2 KT, Sundatan 2 KT, Jangkaran 2 KT )Pleret 3 KT, Garongan 3 KT, Glagah 3 KT, Karangwaru 4 KT, Palian 2 KT, Sundatan 2 KT, Jangkaran 2 KT ) . Setiap KT terdiri rata-rata 100 orang petani, sehingga ada 2500 orang petani. Rata-rata 1 KK petani terdiri 4 orang, total warga di wilayah ini ada sekitar 10.000 orang yang kehidupannya sangat ditunjang oleh hasil pertanian lahan pantai. Penghasilan bersih wilayah lahan pasir pantai Kulonprogo dengan luas pengelolaan 1000 m2 atau 0,1 ha, sebesar Rp. 2.250.000,- x 2.500 = Rp. 5.625.000.000,- Sangat menunjang kesejahteraan petani lahan pantai.

Permasalahan yang Perlu di Perhatikan Terhadap Dampak Alih Fungsi Lahan Pertanian ke Lahan Tambang;1. Untuk memperoleh teknologi spesifik lokasi ramah lingkungan (TSLRL) memperlukan kerja tekun para petani selama lebih dari 10 th . Mereka juga kerjasama dengan Perguruan Tinggi di DIY. Telah terjadi hubungan batin yang sangat erat antara petani - tanah - tanaman dan Perguruan Tinggi.Dengan ditemukan TSLRL yang dapat memberikan hasil pertanian yang tinggi dan meningkatan kesejahteraan , petani percaya diri bahwa pertanian ternyata dapat sebagai landasan hidup yang sangat kuat. Baru menikmati hasil TSLRL dengan produksi pertanian yang cukup tinggi dan kesejahteraan petani meningkat. Kemudian lahan pertanian akan dialih fungsikan ke Tambang yang belum jelas hasilnya bagi petani. Hal ini dapat berdampak ” stres fisiologis masyarakat tani ” dan ini akan berakibat sangat buruk pada masyarakat tani ( mejadi apatis, putus asa, tidak percaya dengan eksekutif, legislatif dan perlindungan hukum yang ada, mungkin juga masalah lain yang lebih negatif bisa timbul) . Belum lagi masalah lingkungan, harus menjadi pertimbangan yang serius ( masalah hilangnya gumuk-gumuk pasir dan ” wind barrier” penekan tsunami, hilangnya air tawar di lahan pasir, intrusi air laut, kesempurnaan rehabilitasi setelah penambangan, dan lain-lain yang berkaitan dengan lingkungan. Ciri khas lahan pasir pantai di DIY yang sangat jarang ada di Indonesia sangat mungkin akan hilang sebagai cagar budaya DIY .


Tidak ada komentar:

Posting Komentar